TEORI DIENES
PENDAHULUAN
Perkembangan
psikologi kognitif sebagai suatu cabang psikologi yang memfokuskan Studi-studinya
pada aktivitas mental atau pikiran manusia telah berkembang sangat pesat
seiring dengan menurunnya popularitas psikologi behaviorisme, berkembangnya
studi tentang perkembangan kognitif dan bahasa serta kemajuan ilmu komunikasi.
Studi tentang perkembangan kognitif manusia telah melahirkan teori psikologi pembelajaran
dan membentuk aliran baru yang disebut kognitivisme. Penyajian pembelajaran
matematika saat ini tidak terlepas dari teori psikologi pembelajaran
kognitivisme. Galloway (Ratumanan, 2004) mengemukakan bahwa belajar suatu
proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan
faktor-faktor lain. Proses belajar meliputi pengaturan stimulus yang diterima
dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan
pengalaman-pengalaman sebelumnya.
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Zoltan P. Dienes adalah seorang guru
matematika. Berbasiskan pada teori Piaget, ia mengembangkan sistem pengajaran
matematika agar lebih menarik dan mudah untuk dipelajari siswa. Teori belajar
Dienes pada prinsipnya sangat relevan dengan teori perkembangan intelektual
Piaget dan konsep Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Teori
belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti pembelajaran
yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini berarti
proses pembelajaran dapat membangkitkan
dan membuat anak didik senang dalam belajar. Oleh karena itu teori belajar
Dienes ini sangat terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM
(Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan). Menurut Siswono
(2004), PAKEM bertujuan untuk menciptakan sesuatu lingkungan belajar yang lebih
melengkapi peserta didik dengan
ketrampilan-keterampilan, pengetahuan dan sikap bagi kehidupan kelak. Aktif diartikan peserta didik maupun berinteraksi
untuk menunjang pembelajaran. Kreatif diartikan guru memberikan variasi dalam
kegiatan belajar mengajar dan membuat
alat bantu belajar, bahkan mencipta teknik-teknik mengajar tertentu sesuai
dengan tingkat kemampuan peserta didik dan tujuan belajarnya. Menyenangkan
diartikan sebagai suasana belajar mengajar yang ”hidup”, semarak, terkondisi
untuk trus berlanjut, ekspresif, dan mendorong pemusatan perhatian peserta
didik terhadap belajar. Efektif yang diartikan sebagai ketercapaian suatu
tujuan (kompetensi) merupakan pijakan utama suatu rancangan pembelajaran.
B.
Konsep
Matematika
Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu
konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1.
Konsep murni
matematis
Konsep
matematis murni berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan
hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana
bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis
dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun
masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan
genap.
2.
Konsep notasi
adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan.
Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan
ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan
bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan
sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor
penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3.
Konsep terapan
adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian
masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang,
luas dan volume adalah konsep matematika terapan. Konsep-konsep terapan
hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep matematika
murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni hendaknya dipelajari
oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para siswa hanya
akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman
konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan
manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6, dan = x +
berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup
mereka kuasai.
Dienes memandang belajar konsep sebagai seni kreatif
yang tidak dapat dijelaskan oleh teori stimulus-respon mana pun seperti
tahap-tahap belajar Gagne. Dienes percaya bahwa semua abstraksi didasarkan pada
intuisi dan pengalaman konkret; akibatnya sistem pembelajaran matematika Dienes
menekankan laboratorium matematika, objek-objek yang dapat dimanipulasi, dan
permainan matematika.
C.
Tahap- Tahap
dalam Belajar Konsep Matematika
Dienes (dalam Ruseffendi,
1992) berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara
struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-Pembelajaran Matematika Sekolah
Dasar hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner,
Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep
atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret
akan dapat dipahami dengan baik. Perkembangan konsep matematika menurut Dienes
(dalam Resnick, 1981) dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap
seri dalam rangkaian kegiatan belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar
adalah interaksi yang direncanakan antara yang satu segmen struktur pengetahuan
dan belajar aktif, yang dilakukan melalui media matematika yang disain secara
khusus. Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut
menunjukkan aturan secara kongkret dan
lebih membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada anak didik.
Dapat dikatakan bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai
peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan
baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika
akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi
tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, yaitu :
1.
Permainan Bebas
(Free Play)
Dalam
setiap tahap belajar, tahap yang paling
awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas
merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak
diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama
permainan pengetahuan anak muncul. Dalam
tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam
mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan
block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna,
tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2.
Permainan yang
Menggunakan Aturan (Games)
Dalam
permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin
terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya.
Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi.
Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan
memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk
berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang
dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan
matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Menurut Dienes, Pembelajaran
Matematika Sekolah Dasar untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan
suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk
yang tidak relevan dengan pengalaman
itu. Contoh dengan permainan
block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang
tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk
segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang
tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah,
serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah
(biru), hijau, kuning).
3.
Permainan
Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam
mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang
diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu
mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk
permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak
yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan
permainan block logic, anak dihadapkan
pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut
(anggota kelompok).
4.
Permainan
Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa
situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep
tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat
dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh
ini bersifat abstrak, Dengan demikian
telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak
yang terdapat dalam konsep yang sedang
dipelajari.
5.
Permainan dengan
Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi
termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan
representasi dari setiap konsep-konsep
dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6.
Permainan dengan
Formalisasi (Formalization)
Formalisasi
merupakan tahap belajar konsep yang
terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh
siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti
aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema
tersebut. Karso (1999:1.20) menyatakan,
pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka
sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep
yang terlibat satu sama lainnya.
Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat
tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, an mempunyai elemen
invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes (dalam Resnick, 1981)
menyatakan bahwa proses pemahaman (abstracton) berlangsung selama belajar.
Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan
materi matematika secara kongkret agar
konsep matematika dapat dipahami dengan tepat.
Dienes berpendapat bahwa materi harus
dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak
dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat
anak didik. Berbagai penyajian materi (multiple embodinent) dapat mempermudah
proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes,
variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainya sesuai dengan
prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik
dapat melihat struktur dari berbagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya
imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Berbagai sajian
(multiple embodiment) juga membuat adanya manipulasi secara penuh tentang
variabel-variabel matematika. Variasi matematika dimaksud untuk membuat lebih
jelas mengenai sejauh mana sebuah konsep dapat digeneralisasi terhada konteks
yang lain. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang
diberikan dalam konsep tertentu, semakinjelas bagi anak dalam memahami konsep
tersebut. Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada
permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan
kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk
mendiskusikan temuan-temuannya. Langkah
selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk
mengabstraksikan pelajaran tanda material kongkret dengan gambar yang sederhana,
grafik, peta dan akhirnya memadukan
simbolo-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara
untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses
penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini
juga lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari pada
hanya sekedar Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar menghapal. Pentingnya simbolisasi adalah
untuk meningkatkan kegiatan matematika ke satu bidang baru. Dari sudut pandang
tahap belajar, peranan guru adalah untuk mengatur belajar anak didik dalam
memahami bentuk aturan-aturan susunan benda walaupun dalam skala kecil. Anak
didik pada masa ini bermain dengan
simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk kongkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta
mengelompokkan aturan-aturan Anak harus mampu mengubah fase manipulasi
kongkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman
kongkretnya.
D.
Penerapan Teori
Dienes dalam Pembelajaran
Dalam menerapkan enam tahap
belajar konsep dari Dienes untuk merancang pembelajaran matematika, mungkin
suatu tahap (bisa tahap bermain bebas) tidak cocok bagi para siswa atau
kegiatan-kegiatan untuk dua atau tiga tahap dapat digabung menjadi satu
kegiatan. Mungkin perlu dirancang kegiatan-kegiatan belajar khusus untuk setiap
tahap jika kita mengajar siswa-siswa SD kelas rendah; tetapi untuk siswa-siswa
SMP dimungkinkan menghilangkan tahap-tahap tertentu dalam mempelajari beberapa
konsep. Model mengajar matematika dari Dienes hendaknya diperlakukan sebagai
pedoman, dan bukan sekumpulan aturan yang harus diikuti secara ketat. Konsep
perkalian bilangan bulat negatif akan dibahas di sini sebagai contoh bagaimana
tahap-tahap Dienes dapat digunakan sebagai pedoman dalam merancang kegiatan
mengajar/belajar. Karena hampir semua siswa belajar menambah, mengurang,
mengalikan dan membagi bilangan-bilangan asli, dan menambah dan mengurang
bilangan-bilangan bulat sebelum belajar mengalikan bilangan bulat, kita
berasumsi bahwa konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan itu telah dikuasai
oleh para siswa. Bagi para siswa kelas 6 atau 7, dapat mulai sesi permainan
bebas dengan secara informal mendiskusikan pengerjaan hitung pada bilangan asli
dan sifat-sifat aljabar dari bilangan asli. Guru mungkin juga mendiskusikan
penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat dan sifat pertukaran dan
pengelompokan penjumlahan. Guru bisa juga mengganti permainan bebas dengan
tinjauan informal. Atau tahap bermain bebas dan game bisa digabung menjadi
beberapa permainan seperti permainan kartu sederhana berikut: guru hendaknya
menyiapkan meja panjang secukupnya untuk permainan kartu standar sedemikian hingga
terdapat satu meja panjang untuk setiap lima siswa dalam kelas. Para siswa yang
bermain dalam kelompok lima orang dan setiap anak memegang empat kartu. Setiap
siswa mengelompokkan kartu-kartunya menjadi berpasang-pasangan, kemudian
mengalikan kedua bilangan yang ditunjukkan oleh setiap pasang kartu, dan
kemudian menjumlahkan kedua hasilkali itu. Siswa yang dapat memasangkan
kartu-kartunya sehingga memperoleh jumlah hasilkali terbesar adalah pemenang
dalam kelompoknya. Bilangan-bilangan pada kartu hitam dianggap sebagai bilangan
positif, dan bilangan-bilangan pada kartu merah (hati dan belah ketupat)
sebagai bilangan negatif. Konsekuensinya para siswa langsung dihadapkan pada
masalah bagaimana mengelompokkan kartu-kartu negatif untuk mendapatkan hasil kali
dan jumlah positif yang besar. Beberapa kelompok mungkin menyepakati
aturan-aturan yang berbeda untuk menangani hasilkali dua bilangan negatif.
Sebagai contoh, kartu hitam 2 dan 4 dan kartu merah 7 dan 5 dapat digunakan
untuk membuat 2 x 4 + (-7 x -5) = 43, jika aturan yang benar bahwa hasilkali
dua bilangan bulat negatif adalah suatu bilangan bulat positif telah
dirumuskan. Jika tidak, maka bilangan-bilangan negatif tidak akan menolong
dalam mengorganisasi seorang pemenang. Beberapa siswa tentunya akan saling
bertanya atau bertanya kepada guru tentang bagaimana menyekor bilangan bulat
negatif.
KESIMPULAN
Perkembangan kognitif setiap individu yang berkembang
secara kronologi tidak terlepas dari faktor usia, pola berpikir anak-anak tidak
sama dengan pola berfikir orang dewasa, semakin ia dewasa makin meningkat pula
kemampuan berpikirnya. Jadi, dalam memandang anak keliru jika kemampuan anak
dengan kemampuan orang dewasa sama, sebab anak bukan miniatur orang dewasa. Selain
daripada itu, perkembangan kognitif seorang individu dipengaruhi oleh
lingkungan dan transmisi sosial. Jadi, karena efektivitas hubungan antara
setiap individu dengan lingkunganya dan kehidupan sosialnya berbeda satu sama
lain. Maka tahap perkembangan kognitif yang dicapai oleh setiap individu
berbeda pula. Oleh karena itu agar perkembangan kognitif seorang anak berjalan
secara maksimal diperkaya dengan pengalaman edukatif. Dalam teori Dienes
konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu yaitu tahap Permainan Bebas (Free Play), tahap Permainan yang
Menggunakan Aturan (Games), tahap Permainan Kesamaan Sifat (Searching for
communalities), tahap Permainan dengan Formalisasi (Formalization), tahap Permainan dengan Simbolisasi
(Symbolization), tahap Permainan Representasi (Representation).
referensi :
file:///E:/SKRIPSI%20FILE/gambar/teori-dienes%20baru.html